Tatawaktu Persiapan Nikah

18 December 2008 comments

... saya 20 th. Saya senang sekali bs menemukan web. ini..

Saya sudah menjalani hubungan (pacaran) dengan kekasih saya selama 1 tahun 4 bln, usia kekasih saya 22 thn. Akhir-akhir ini kami sering membicarakan target untuk menikah, dan waktu yang kami rencanakan itu pada awal tahun 2010 pak. Sebelum kami membicarakan rencana ini lebih jauh, kami sangat membutuhkan masukan-masukan yang baik u/kami. dan sepertinya saya mengharapkan hal tersebut dari bapak.

> Apakah rencana kami ini terlalu dini di usia kami /pun di usia masa pacaran kami Pak?

> Apabila Tidak, kapan waktu yang tepat untuk kami bs menyampaikan rencana/niat ini kepada orang tua kami Pak?

> Berapa lama jarak waktu yang diperlukan untuk memulai langkah awal dalam mempersiapkan rencana pernikahan Pak?

Sekali lagi saya sangat berterima kasih apabila bapak berkenan untuk membalas email saya ini secepatnya...

Jawaban M Shodiq Mustika:

Aku pun senang kau temukan situs ini. Aku senang menyaksikan adanya pasangan muda-mudi yang pacaran dalam rangka persiapan nikah, bukan demi kesenangan sesaat.

> Secara biologis, wanita yang berusia 20 tahun sudah tergolong siap nikah. Begitu pula pria 22 tahun. Secara masa pacaran, waktu lebih dari 9 bulan (apalagi lebih dari setahun) sudah tergolong siap nikah. Untuk kriteria lainnya, silakan baca halaman Kriteria Siap Nikah.

> Waktu yang paling tepat adalah ketika sebagian besar dari Kriteria Siap Nikah itu sudah terpenuhi. Kalau sekarang sudah begitu, silakan kalian sekarang juga menyampaikan niat ini kepada orangtua kedua pihak. (Untuk meyakinkan beliau-beliau bahwa kalian memang sudah siap nikah, kalian bisa mengajukan Kriteria Siap Nikah itu sebagai referensi.)

> Jarak waktu yang diperlukan untuk memulai langkah awal dalam mempersiapkan rencana pernikahan kalian itu tergantung pada keadaan kalian. Aku kurang tahu keadaan kalian. Orangtua kalianlah yang lebih tahu. Jadi, akan lebih afdol kalau kalian mohon saran dan masukan lainnya kepada orangtua kalian dalam hal ini.

Gitu dulu, ya, jawabanku. Maaf, balasanku tak secepat yang kau harap.

--> Read more...

Perlukah klarifikasi keperawanan?

11 December 2008 comments: 1

Dear Pak Ustad, aq sdg bingung, btw aq pacaran dgn seorang duda, yg sdh punya 2 org anak dewasa. Krn sdg ada masalah (hub aq gak disetujui ortuku), jd aq sering tinggal di rmhnya (sampai menginap) utk menenangkan diri & menghibur hatiku. Dgn kejadian ini, tetangganya jd resah, & sampai tetangganya blg aq & co ku itu kumpul kebo. Tapi Pak Ustad, walau qta tinggal serumah qta gak sampai berhubungan suami-istri, dia sngt menjaga kesucian aq. Dan krn bukan qta berdua yg tinggal di rmh itu, msh ada anaknya aq berpikiran msh save krn msh ada org ketiga yg menghindarkan qta dr fitnah. Tapi anggapan tetangga2 di situ jd heboh, mereka berpikiran “kotor” terhadap qta. Pdhl aq bs buktikan scr medis kalo aq msh virgin sbg bukti bahwa hal kotor itu hanya ada dlm pikiran mereka saja.

Skrg sdh setahun aq gak pernah ke rmh itu lg. Yg meresahkanku adalah masalah itu gak ada penyelesaian. Pernah aq blg pd anaknya perlu gak kalo aq undang tetangga2 itu & menjelaskan kalo aq & ayahnya gak sampai brhubungan suami-istri dgn bukti medis dr dokter. Tapi anaknya blg gak usah nanti jg reda sendiri.

Menurut Pak Ustad, aq hrs bagaimana. Aq ingin nama baik aq & keluarga itu pulih, tp masalah ini sdh lewat satu tahun. Aq ingin bersilaturahmi lg ke rumah itu (tanpa menginap lg tentunya), menurut Pak Ustad bagaimana? Perlu gak aq ksh klarifikasi dgn bukti medis ke tetangga2 yg ada disitu walau mslh ini sdh lewat 1 tahun?

Tanggapan M Shodiq Mustika:

Mendapat sangkaan buruk, apalagi kalau kita sebetulnya tidak melakukannya, memang menyakitkan. Aku dapat memaklumi keresahanmu dalam menghadapi kasus yang belum terselesaikan ini.

Dari sudut pandang keresahan ini, mungkin bisa dikatakan bahwa kau membutuhkan klarifikasi itu. Namun bagaimana dengan efektivitasnya? Apakah bukti medis itu dapat meyakinkan mereka?

Kalau mereka menaruh kepercayaan besar pada apa kata dokter, bisa saja bukti medis itu efektif. Lain halnya bila mereka kurang percaya, apalagi andai mereka pernah menyimak bacaan yang seperti berikut ini.

Di sebuah negara seperti Turki, ada dokter yang bersedia melakukan uji keperawanan atas permintaan pasien, meskipun hal ini ditentang oleh Asosiasi Kedoketaran di sana. Uji keperawanan sebenarnya tidak berarti sama sekali karena selaput dara yang robek atau rusak bukan berarti seorang wanita pernah melakukan hubungan seks.

Hal itu, menurut Wimpie, dapat disebabkan penggunaan tampon (sumbat kapas sebesar jari) atau kebiasaan masturbasi memakai alat yang dimasukkan pada vagina. Di lain pihak, ada pula para wanita yang organ intimnya tidak memiliki selaput dara dengan persentase kurang dari 0,03 persen (Jenry et al 1987).

Sebaliknya, keutuhan selaput dara pun tidak serta merta menunjukkan seorang wanita tak pernah melakukan hubungan seks. Faktanya, selaput dara tidak harus selalu robek setelah berhubungan intim. Hasil pengujian selaput dara pada 1.000 remaja putri yang pernah melakukan seks lewat vagina menunjukkan kebanyakan selaput tampak kacau, tidak menentu, dan mengumpul di bagian pinggir vagina. Jarang terjadi selaput dara terbelah secara komplet atau benar-benar sobek.

Jadi, menurut kutipan (dari harian Kompas) tersebut, tidak ada bukti medis yang bisa menunjukkan apakah seorang wanita pernah berhubungan seksual ataukah belum. Dari sudut pandang ini, kamu tidak perlu membawa bukti medis.

Kemudian, mestikah kau biarkan sangkaan buruk mereka itu begitu saja, dengan harapan bahwa itu akan reda dengan sendirinya? Tidak juga. Bisa saja itu akan reda dengan sendirinya, tetapi bisa pula sebaliknya.

Lantas, tidak adakah solusinya? Ada! Solusinya ada.

Kasusmu merupakan persoalan sosial-kultural, bukan medis. Akan lebih efektif bila penyelesaiannya bersifat sosial-kultural pula.

Caranya, kau dan terutama cowokmu itu perlu lebih mengakrabkan diri kepada mereka. (Karena tempat tinggal dia lebih dekat dengan mereka, dialah yang perlu lebih aktif daripada dirimu.) Sebab, terhadap orang lain yang dianggap masih asing, orang-orang biasanya mudah bersangka buruk; sebaliknya, terhadap orang yang sudah dianggap akrab, orang-orang umumnya mudah bersangka baik.

Jadi, daripada kembali mengunjungi cowokmu (walau tanpa menginap), masih lebih baik mengunjungi mereka (yang bersangka buruk kepadamu). Tentu tak harus semuanya kau kunjungi satu persatu. Kau bisa lebih memprioritaskan orang yang paling berpengaruh di antara mereka.

Untuk lebih melapangkan ikhtiarmu ini, kau dapat menyertainya dengan zikir dan doa yang relevan dengan kasusmu ini. Kepada Allah sajalah kita mohon pertolongan atas apa yang mereka sangka terhadap kita. Untuk itu, silakan baca buku Doa & Zikir Cinta, Bab 10, "Atasi Masalah Gosip & Fitnah".

Demikian saranku. Semoga Allah Sang Mahaperkasa dan Mahabijaksana senantiasa menyertaimu. (Aamiin.)

--> Read more...

Komentar Manis